Akhirnya perhelatan World Cup U17 berhasil mulai diselenggarakan di Indonesia di medio November ini. Sedianya World Cup U20 di pertengahan tahun lalu lah hajatan resmi yang dibidding oleh PSSI ke FIFA, namun dikarenakan tiba-tiba adanya penolakan yang saat itu dirasa sungguh politis hingga membuat terpaksa dibatalkan. Meskipun setelah melihat kondisi Israel yang sekarang ini malah jadi merasa apakah keputusan lalu itu sudah merupakan langkah tepat.
Minimnya antusiasme dan euforia akan event ini rasanya cukup wajar, pun di negara-negara penyelenggara sebelumnya kurang lebih sama. Begitu juga saya, ditambah memang tidak ada Timnas Indonesia berlaga di
Jakarta membuat ragu untuk membeli tiket, lagipula ini meskipun bertitel Piala
Dunia namun kan tetap hanya untuk kelompok umur 17, yaa jadi semacam Kompetisi antar SMA lah. Kecuali anda memang seorang pemandu bakat dari sebuah klub yang sedang mencari pemain-pemain potensial atau ingin melihat secara langsung wonderkid-wonderkid anda di Football Manager secara langsung. Tetapi setelah dipikir-pikir menghabiskan hari sabtu bersama istri dan anak untuk berpiknik ke tribun stadion nampaknya bukan ide yg buruk, terlebih untuk harga tiket masuk World Cup U17 di Jakarta terbilang cukup murah jika dibandingkan tiket Timnas Senior pada umumnya. Tercatat untuk kategori termurah dibanderol dengan harga 50 ribuan saja.
Sebenarnya pihak penyelenggara menyediakan tempat parkir di JIExpo Kemayoran lengkap dengan shuttle bus menuju stadion, tetapi saya cenderung memilih membawa motor langsung kesana. Ini kali kedua saya menyambangi setelah momen grand launching JIS sekaligus pertandingan persahabatan Persija vs Chonburi tahun lalu, jadi sudah cukup ada gambaran daerah sekitar sana. Tahun lalu saya bisa parkir di Universitas 17 Agustus seberang RS Sulianto Saroso, lumayan mesti berjalan kaki sekitar 1 km ke stadion. Saat itu memang keramaiannya luar biasa, kapasitas maksimal JIS sekitar 82.000 hampir terisi penuh. Sedangkan sabtu lalu saya ketika melintasi sana terpantau situasi jalan sungguh lengang dan terlihat lebih lebar. Sepertinya menyambut World Cup U17 ini akses jalan sekitar JIS mengalami perbaikan mulai dari pelebaran jalan hingga trotoar,pun termasuk parit-parit yang cukup lebar di sekitar ramp barat sudah tertutup berganti menjadi pedestrian. Alhasil saya pun lanjut mengendarai motor hingga ramp barat JIS dan mendapatkan parkir di ruko sebelah Pengadilan Negeri Jakarta Utara, parkir akamsi (anak kampung sini) masih terjangkau lah 10 ribu saja, setidaknya tidak perlu lebih menguras tenaga untuk berjalan kaki lebih jauh.
Yang cukup jadi concern saya di luar masalah rumput yang selalu jadi bahan komen netizen dengan tendensi politik adalah akses masuk stadion. Sayangnya sampai saat itu akses menuju stadion ternyata masih hanya di Barat, meskipun sepengamatan saya untuk akses Selatan, Timur, dan Utara (terhubung dengan Ancol) sudah ada. Mungkin memang belum siap dan belum diujicoba. Jadi perihal crowd control sebenarnya cukup tertolong dengan penonton yang datang tidak sampai 10 ribu orang. Jikalau antusiasme yang datang sama dengan kondisi saat launching sih tidak yakin antrian bakal semulus ini.
Tribun kami sore itu ada di utara, meliputi area belakang gawang dan sudut penjuru lapangan. Dengan tidak adanya lintasan atletik di tepian lapangan membuat jarak pandang menjadi dekat, jadi bukan tidak mungkin jika ada tembakan yg melenceng dari gawang, bola bisa menghampiri wajah anda, apalagi kalau yg menendang roberto carlos versi PS 1. Kebetulan seat kami ada di sudut lapangan tepat berbatasan dengan tribun barat, tetapi karena sepertinya nomor seat yg tertulis di e-tiket tidak berpengaruh jadi kami bisa berpindah tempat mencari posisi terbaik. Jujur
ada blindspot yaitu pagar pembatas antara tribun barat dan selatan
tingginya mengganggu pandangan ke arah sisi gawang yang lain. Seperti istilah karena siapa cepat dia dapat, angkat pantat hilang tempat.
Sebelah pagar pembatas tribun utara dan barat |
Rumput yang baru saja diperbaiki ternyata tidak cukup baik jikalau dilihat karena warna hijaunya yang tidak merata berbeda dibanding stadion penyelenggara di kota lain, ya memang rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau bukan. Terkait jajanan di sekitar stadion selain produk sponsor terpantau tidak banyak, entah apa karena ini event FIFA jadi booth makanan yang ada pun harus juga berstandar FIFA seperti rumput JIS yang sebelumnya diganti karena beralasan sama. Untuk makanan berat hanya ada bakso malang dan nasi+ayam goreng tepung yg dijual seharga 50 ribu. Lebih mahal bahkan dari Panasnya Mcd, tapi maklum lah acara spesial level dunia. Harusnya dengan harga yang cukup mahal itu bakso malang namanya mesti menyesuaikan agar terdengar lebih internasional dan terkesan mewah, menjadi Unfortunate Meatball. Yang masih terjangkau mungkin roti sih seharga 12 ribu, lumayan untuk mengganjal perut dari sore hingga malam hari. Untuk minuman hanya tersedia produk sponsor (Coca Cola Company) yang dijual seharga 10 ribu. Sesaat jadi merindukan pedagang bacang yang menjajakan dagangannya di stadion GBK versi masih bangku kayu panjang belasan tahun lalu.
Musholah di antara tribun utara dan barat |
Sore itu disuguhkan permainan anak-anak muda Inggris membantai Kaledonia Baru dua digit angka, 10 gol tanpa balas. Perlu bantuan google untuk saya mengetahui bahwa ini perwakilan Oseania. Jelas memang sudah beda kelas. Namun setidaknya mereka mampu sampai ke Indonesia lewat jalur kualifikasi sih bukan privilege tuan rumah. Sempat terpikir andai saja saat drawing Timnas bertemu Kaledonia Baru mungkin saja masih bisa bersaing. Ethan Nwaneri yang masuk di babak kedua tercatat mampu berkontribusi untuk sebiji gol dan assist. Satu-satunya pemain yang saya notice, apalagi kalau bukan karena dia pemain arsenal, dan merupakan debutan termuda EPL di usianya 15 tahun kala itu melawan Brentford.
Disitulah pertama kalinya juga saya menyaksikan teknologi VAR diterapkan di sebuah pertandingan sepakbola, yang ternyata cukup memotong waktu menunggu keputusannya. Belum pula ditambah water break, makanya menit tambahan injury timenya pun rata-rata di atas 5 menit. Di tengah jeda antar pertandingan operator stadion mulai memainkan playlist lagunya entah menggunakan spotify atau yg lain, tetapi tentunya premium karena tidak ada iklan. Tidak membayangkan kalau tiba-tiba ada iklan podcast horror dan berkumandang di stadion, sunggu menyeramkan. Tidak hanya sekadar memainkan lagunya, ada pula permainan lighting stadion yang sungguh apik dengan lagu Welcome to the Jungle nya Guns And Roses. Setelah sebelumnya saya jadi cukup merasa nostalgic tiba-tiba bisamendengar lagu Sugar, We’re Goin Down diputar dari playlist operator stadion JIS. Hhhmm Fall Out Boy juga a?
Setelah di pertandingan sore hari yang sangat jomplang, malam harinya terjadi drama comeback Iran melawan Brazil. Brazil yang sudah unggul 2 gol di babak pertama mesti menerima kekalahan setelah Iran berhasil menceploskan 3 gol di babak kedua. Memvalidasi quote coach Justin, "Lu kebobolan 2 gol lo cetak 3 gol, lo still win the game". Jelas jauh lebih seru dibanding pertandingan sore tadi, publik Jakarta pun hampir semua berpihak mendukung Iran.
Jadi kapan Persija bisa giliran berkandang di JIS juga nih bapak-bapak pengurus liga?