ARISAN BOLA

9:26 PM

Ketika itu malam sudah berganti pagi, tetapi kumandang azan subuh masih belum terdengar, mataharipun masih enggan menampakan keangkuhan sinarnya, burung-burung belum mulai berkicau riang, apalagi tukang nasi uduk pasti belum membuka lapak dagangannya. Disaat manusia pada umumnya sedang beristirahat dan petugas ronda masih melaksanakan kewajibannya menjaga keamanan komplek, tetapi situasi di rumah bercat biru itu nampaknya sudah memperlihatkan tanda-tanda kehidupan.

“GOOOL”

Suara teriakan fals itu terdengar memecah keheningan dinihari. Rupanya di dalam rumah itu terdapat bocah keriting nan kerempeng bernama Lukman yang biasa dipanggil Luki tapi karena faktor face dia lebih sering disapa Buluk oleh teman-temannya. Kali ini nampaknya keberuntungan masih menaungi dirinya karena skor yang dipertaruhkan tembus lagi di pagi itu. Tak beberapa lama suara kodok terdengar (bukan dari kodok di selokan tapi memang ringtone smsnya dia begitu). Dan ternyata sms dari teman sekelasnya, Bobi.

“Kampret, Torres make ngegolin lagi di menit-menit akhir. Hoki lo masih belom ilang Luk”

Senyum simpul menahan tawa terlihat di muka Luki yang buluk seketika membaca isi pesan tersebut. Ini bukan yang pertama kalinya skor yang dia pertaruhkan dengan lima ribu tembus, tetapi sudah ketiga kali berturut-turut. Prediksinya hampir selalu tepat terlebih jika memprediksi nilai ulangan matematikanya sendiri yang memang hampir pasti selalu tidak jauh dari angka biner. Dan karena itulah pagi ini dia semakin bersemangat berangkat ke sekolah dengan rasa gatal di tangannya yang ingin buru-buru memegang uang haram tersebut.

Teeeet, bel pertanda istirahat terdengar di SMA Pancawarna. Jam yang paling disenangi mayoritas anak SMA selain jam olahraga. Beberapa siswa di kelas 3IPA2 langsung menuju bangku depan ke tempat duduk Soni. Dialah yang memegang kertas berisi data-data skor yang dipertaruhkan lengkap dengan uang taruhan yang telah dikumpulkan. ”ARISAN BOLA” begitulah yang tertulis di bagian atas secarik kertas tersebut, dibawahnya terdapat nama-nama siswa yang berpartisipasi bisnis haram tersebut dengan skor yang diprediksinya, Bobi,Lukman,Soni,Gatot,Andi dan Randi semuanya tertulis jelas di sana. Sedikit di bawahnya terdapat tulisan “@IDR 5000” yang berarti biaya taruhannya sebesar lima ribu rupiah. Dan yang tidak kalah penting tulisan kecil yang berada di pojok kanan bawah yaitu “DOSA DITANGGUNG PEMENANG”. Dan dari data yang terdapat di kertas tersebut maka diputuskan bahwa Lukman alias Luki alias Buluk yang beruntung mendapat Rp 30.000 hari itu. Setelah serah terima uang dilakukan Soni kepada Luki semuanya pun bubar. Begitulah ritual aneh kelas tersebut jika ada pertandingan bola. Naluri intuisi siswa terkadang muncul, dan dengan ditambahkan implementasi dari materi pelajaran matematika mengenai peluang yang didapat di kelas,semuanya berusaha untuk memprediksi skor yang akan muncul di akhir pertandingan nanti malam.

Di kantin sudah terlihat teman-temannya yang sedang makan sedangkan Randi sedang sibuk konsentrasi melihat video berdurasi 6 menit yang membuat posisi kepalanya agak sedikit miring, sehingga makin mengindikasikan keterpurukan IQ dan iman menimpa dirinya.

“Woi,ngapain lo..Bukannya pesen makan malah maenan hape!”
“Keuangan gue lagi defisit nih ntar malem kan ada bola lagi, ga makan gue hari ini Luk”
“Yaelah, otak lo boleh kosong tapi perut jangan ikutan kosong, hari ini gue yang traktir lo”

Luki langsung memanggil si penjual lalu memesan nasi goreng dan lontong sayur . Seolah memang sudah tahu apa yang hendak dipesan si Randi. Memang tidak ada yang menyangka jika cowok bertubuh tambun ini adalah spesies manusia yang terkena phobia akut dengan nasi tetapi tidak dengan lontong. Selagi menunggu pesanannya datang, Luki pun mengeluarkan kertas yang berarti ritual ini akan kembali dilakukan “ARISAN BOLA” begitulah namanya.

“Son, lo nebak skor berapa?”
“2-1 buat Barcelona”
“Oke, tebakan lo Ndi berapa?
“Tadi gue liat ada dua angkot tabrakan padahal jalan lumayan kosong, dua kosong deh buat Chelsea”
“Terserah lo dah Ndi, Gatot giliran tebakan lo nih”
“Emang you nebak berapa, I nunggu tebakan you dulu”, jawab Gatot dengan ucapan sok Inggris tetapi masih tetap kental dengan aksen jawanya.
“Gue pasang satu sama, Tot lo kenapa jadi sok british gitu semenjak ikut English Club ”
“Kalo gitu I nebak 2-1 untuk Chelsea...Bahasa Inggris I sebelum ikutan English Club juga udah fasih Luk, Asal you tahu ya kan yang ngajarin Irfan Bachdim bahasa inggris tuh I ”
“Oh, Are you serious?”
“Yes, I’m fine ”

Spontan si Luki bergegas merapihkan data di kertas,segera mengumpulkan uang taruhan dan buru-buru pergi menjauh dari Gatot dengan alasan untuk mencari peserta lainnya yang ingin berpartisipasi.

Hari pun berganti, keesokan paginya Luki bangun kesiangan. Kali ini bukan karena begadang nonton pertandingan bola, tetapi akibat semalam Luki sedang kesurupan setan rajin belajar sehingga dia mengerjakan tugas matematika yang jika dipikir secara rasional biasanya tidak mungkin dia kerjakan. Memang pagi itu selain harus mengumpulkan tugas matematika,kelas 3IPA2 juga menjalani ulangan harian matematika. Luki tampaknya benar-benar fokus untuk memperbaiki track record nilai matematikannya sehingga sama sekali tidak memikirkan prediksinya yang semalam meleset karena skor berkesudahan 3-2 untuk kemenangan Barcelona. Hingga akhirnya jam istirahat datang, mereka seperti biasanya berkumpul di meja Soni.

“Woy, kali ini tebakan gue bener nih 3-2 buat Barca...Giliran gue yang dapet duit”, kata Bobi sumringah
“Santai dulu Bob, keluarin Son kertasnya biar ketahuan siapa yang menang ”, celetuk Luki
“Eh, kertasnya kok gak ada ya di tas gue, apa ketinggalan ya”,tanya Soni

Beberapa saat kemudian Randi datang dan memberitahu bahwa Bobi,Luki, dan Soni diminta menghadap Pak Nurdin, guru matematika yang juga wali kelas mereka. Mereka bertiga pun langsung bergegas ke ruang guru. Dan kertas keramat yang hilang dan dicari-cari di tas Soni ternyata terselip di buku latihan matematika milik Soni sehingga ikut dikumpulkan ke Pak Nurdin. Mendadak keringat mereka menetes ketika berhadapan dengan Pak Nurdin.

“Soni, Bapak temukan kertas ini di buku kamu. Bisa kamu jelaskan apa maksudnya”

Saat itu Soni mendadak berubah menjadi seperti Aziz Gagap ketika menjawab pertanyaan Pak Nurdin.

“ I...itu bu..bukan ide sa...saya Pak, Si Lu..lukman pak yang ngajakin!”, jawab si soni dengan muka memelas
“Iya pak salah saya itu, semuanya ide saya yang bikin arisan bola”, jawab Luki sok bertanggung jawab
“Apanya yang arisan, ini mah judi berkedok arisan tahu gak!” bentak Pak Nurdin

Ketiganya pun sontak terkejut mendengar bentakan Pak Nurdin yang sekeras suara pengunjuk rasa di Senayan.

“Sekarang mana uang hasil taruhan itu, serahkan semuanya ke Bapak !”

Bobi yang secara de facto sah dan berhak mendapat hasil uang tersebut saat itu hanya bisa diam dan harus menggigit jari karena kemenangan perdananya harus hilang direbut oleh wali kelasnya sendiri. Soni pun langsung membuka dompetnya dan memberikan tiga puluh ribunya kepada Pak Nurdin.

“Kalian tahu gak duit ini gak halal, daripada nanti kalian sakit perut gara-gara makan dari uang ini lebih baik bapak masukkan ke kas kelas”.
“Ah perasaan selama ini perut gue gak pernah ada masalah deh gara-gara duit itu, paling cuma gak gemuk-gemuk aja”, ucap Luki dalam hati.
“Dan buat Lukman sang aktor intelektual di balik semua ini, Sebagai konsekuensi atas tindakanmu ini maka nilai ulangan harian kamu yang baru pertama kalinya dapat nilai delapan akan bapak kurangi tiga jadi nilai kamu sekarang lima !”
“Yaudah terserah bapak aja deh”, jawab Luki dengan muka sedikit agak kesal dan penuh sesal.

Dan setelah dipersilahkan pergi, mereka bertiga pun beranjak meninggalkan meja Pak Nurdin yang berada tepat di depan pintu ruang guru. Ketiganya memendam kekecewaan , terutama Bobi yang gagal mendapatkan uang 30.000 dan pastinya Luki yang juga gagal mendapat nilai delapan untuk pertama kalinya di pelajaran matematika. Pada saat Soni membuka pintu ruang guru mereka berpapasan dengan Pak Jon, guru olahraga kelas 2 yang saat itu kebetulan mengenakan jersey Barcelona.

“Pak mana nih seratus ribunya yang dijanjiin, semalam kan kalah Chelsea jagoan bapak!”, sapa hangat Pak Jon kepada Pak Nurdin ketika baru masuk ruang guru.

Pak Nurdin sontak diam dan menahan nafas sambil berharap ketiga muridnya tersebut tidak mendengar perkataan Pak Jon barusan.


** cerpen diatas gue bikin cuma buat tugas matkul bhs.indonesia aja, kalo ada kesamaan nama tokoh, tempat or karakter mungkin cuma kebetulan dan bukanlah hal yang disengaja. Dan kali ada yang mau ngajarin gue maenin cam, kayaknya asik nih kalo tulisan diatas dibikin versi visual :hammer: **

2 Comments

  1. buset baru nyadar ada yg komen
    makasih, tpi pasti ga dibaca makanya dbilang bagus

    ReplyDelete

Like us on Facebook