Kacrutnya penjualan tiket AFF

11:03 AM

Jelang partai final leg2 yang mempertemukan Indonesia dan Malaysia di Senayan, maka benda yang jadi mostwanted warga jakarta di natal tahun ini mungkin adalah selembar tiket untuk menyaksikan pertandingan tersebut, tak terkecuali gue dan juga teman-teman gue. Distribusi yang sejak semifinal mulai dimonopoli oleh PSSI sehingga semua transaksinya terpusat di GBK. Dan keputusan pendistribusian tiket berdasarkan kategori per harinya nampaknya tidak menjadikannya perbaikan pelayanan, terutama menjadikan penjualan tiket tribun atas yang notabene termurah di hari terakhir dan juga tepat di hari minggu malah gue nilai sebagai blunder karena pasti membuat orang akan rela antri berjam-jam. Ditambah dengan diturunkannya harga tiket yang semula 75K menjadi 50K yang menurut gue penuh muatan politis dari salah satu parpol.Temen gue pun mengajak gue untuk mengantri pukul 4 pagi, sebuah ajakan yang sangat tidak masuk akal buat gue saat itu, dan gue pikir hanya orang gila aja yang antri jam segitu.Di malam harinya gue pun memilih menginap di kediaman sodara gue di sekitaran matraman setelah mengantar bokap gue ke stasiun jatinegara sekaligus guna mempercepat mobilisasi ke GBK pagi-pagi buta.Di dinihari pun gue terkaget-kaget ketika menerima sms dari temen gue yang ternyata udah ke GBK duluan sejak jam 2, tapi yang lebih mengejutkan sebenarnya ialah isi pesannya yang katanya antrian di loket utara sudah mengular mencapai JCC , WTF. Gila, itulah yang ada di pikiran gue saat itu, gue pun langsung cabut ke GBK. Gue pun memacu sepeda motor tua gue menuju ke selatan jakarta, melewati keheningan jakarta di dinihari, melintasi Sudriman-Thamrin yang biasanya berlalu lintas padat, waktu itu layaknya kota mati, hanya ada beberapa orang yang nongkrong di bundaran HI dan berfoto-foto ria di sana.

Tapi sesampainya di Senayan, memang benar. Nampaknya ucapan gue tentang hanya orang gila yang mengantri jam segitu mesti gue tarik kembali, karena memang semuanya sudah gila, gila sepakbola tepatnya. Adzan subuh berkumandang tepat gue memarkir motor,sedikit bingung antara masuk antrian atau memenuhi panggilan Tuhan. Namun sakit perut gue lah yang membuat gue mesti ke wc masjid terlebih dahulu, dan ternyata disana gue mesti ngantri juga, pertama kalinya gue mesti ngantri ke wc. Antrian 6 orang di depan gue terasa sangat lama, apalagi jika gue ingat di luar masih panjang antrian yang mesti gue jalanin.Dan sekeluarnya gue dari wc malah antriannya sampai luar tempat wudhu, gila. Gue pun solat dulu di masjid karena memang sudah di masjid,gila kalo gue malah gak solat. Dan gue tau ini bakalan membuang waktu antrian gue,sehingga gue pun nothing to lose aja. Matahari sudah mulai mucul antrian sudah makin panjang dan semuanya duduk rapih. Gue pun bingung apa harus mengantri dari awal lagi sedangkan gue dateng sudah dari subuh,tapi jika gue ‘nyodok ’ barisan dari samping resiko terbesarnya adalah digebukin massa.Untungnya gue bertemu dengan teman TK gue yang juga ikut antri dan sudah ada di hampir bagian tengah, gue pun ke arah barisannya sekedar ngobrol untuk tidak menimbulan kecurigaan.Dan tepat disana semua antrian mendadak berdiri dan langsung maju ke depan, thank god, i’m in middle of the queue.

Namun perjalanan gue masih panjang,panjang banget karena loket buka masih 4 jam lagi. Tapi dorong-dorongan dari antrian membuat tidak sedikit orang yang pingsan atau menyerah.Timpuk-timpukan provokasi kadang membuat gue mesti menahan emosi tidak untuk membalas agar tidak terjadi kekacauan.Koleksi kata-kata kotor dari mulut semua orang pun dikeluarkan oleh mereka sebagai pelampiasan kelelahan fisik dan mental karena sudah mengantri dari dini hari bahkan menginap. Budaya ’ngaret’ Indonesia nampaknya juga dimiliki panitia. Kekisruhan pun semakin menjadi-jadi, ditambah tidak adanya pihak keamanan. Aremania yang berusaha mengatur antrian malah menjadi sasaran kekesalan sebagian orang. Teriakan #Nurdinturun menggema di antrian, tapi entah kenapa kali ini gue males banget ikutan.Selain karena energi gue yang mulai habis, juga percuma teriak begitu pasti si NH juga udah kebal, yang ada malah tambah lama nih loket dibuka. Gue yang ngantri gak bawa fotokopi KTP pun masih berpikir bagaimana untuk memotokopi KTP gue di antrian ini. Untungnya temen gue yang lain dateng bawa fotokopian KTPnya plus sebotol air mineral yang bisa jadi pelepas dahaga buat gue,dan beberapa orang yang gue kasih juga.Beberapa dari mereka yang antri datang dari jauh, trenggalek, lampung dan sekitaran jakarta lainnya. Banyak dari mereka yang menginap, terutama aremania yang sudah beberapa hari menginap di depan loket. Gue pun sedikit mengobrol dengan salah satu mereka di tengah antrian yang tidak karuan, tentang kekecewaan kinerja PSSI, dan kesadaran kita bahwa berasa sedang dipermainkan oleh PSSI untuk mendapatkan tiket. Mekanisme yang (sangat) ribet ditambah ketidaksigapan panitia,Huh. Hingga akhirnya tepat jam 12 gue pun mendapat 5 voucher yang mesti gue tuker lagi hari selasa supaya dapet tiket. Hujan pun turun tepat disaat gue meninggalkan loket,kaos yang penuh keringat kini ditambah basahnya air hujan. Gue pun berteduh di teras Albina bersama dengan para pengantri yang juga sudah dapat tiket. Dan ternyata loket di TVRI sudah beres beberapa menit yang lalu, tapi temen gue yang mengantri disana harus pulang dengan tangan kosong.Sehingga rombongan gue dan temen gue untuk final besok berkurang menjadi 5 orang, dan teman-teman yang udah nitip jadi gak kebagian jatah. Dan benar saja sesaat gue meninggalkan loket nampaknya terjadi chaos atas kekecawaan pengantri yang belum dapat tiket.mereka pun menuju GBK dan menjebol dan sedikit merusak tempat “ritual” tersebut. Sebuah ironi memang. Komentar dari masyarakatpun bermunculan yang menyebut PSSI tidak profesional. Lah emang sejak kapan PSSI pernah profesional ?

Leave your comment

Like us on Facebook